Kayu Tanam dan Taman Siswa


7:59 PM

PENDIDIKAN TAMAN SISWA

 

  1. Tokoh Pendiri Taman Siswa

 

Taman Siswa didirikan pada tanggal 3 Juli 1922 oleh Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara merupakan putera dari KPH Suryaningrat dan cucu dari Pakualam III. Nama kecilnya adalah R. M. Suwardi Suryaningrat, pada usia 39 tahun, ia berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Kelahiran Taman Siswa dianggap sebagai titik balik dalam pergerakan Indonesia, karena kaum revolusioner yang mencoba menggerakkan rakyat dengan semboyan-semboyan asing dan ajaran-ajaran Marxis terpaksa memberikan tempat untuk gerakan baru, yang benar-benar berasas kebangsaan dan bersikap kooperatif dengan pemerintahan.

 

  1. Latar Belakang Lahirnya Taman Siswa

 

Perguruan Taman Siswa untuk pertama kali berdiri pada tahun 1922 dengan pimpinannya Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Taman Siswa merupakan organisasi yang bertujuan menggembangkan edukasi dan cultural, yang direalisasikan dengan baik. Berdirinya sekolah-sekolah dilingkungan Taman Siswa adalah bukti dari edukasi Nasional dan pengembangan kebudayaan Nasional adalah kreasi Taman Siswa. Merupakan salah satu senjata yang digunakan untuk menghadapi dominasi kolonial. Taman Siswa berpendapat bahwa pendidikan nasional merupakan sarana untuk menumbuhkan nasionalisme. Melalui pendidikan yang berjenjang di lingkungan Taman Siswa itu akan dapat menghasilkan elit Kultural yang akan berperan besar dalam pergerakan nasional.

Pendiri Taman Siswa adalah bapak pendidikan nasional yang lahir di yogyakarta pada tanggal 2 mei 1889. Hari lahirnya lalu hingga kini diperingati sebagai hari pendidikan nasional. Ia terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, yang berasal dari lingkungan keratin Yogyakarta. Lalu ia berganti nama dengan Ki Hajar Dewantara, tujuannya yaitu supaya ia dapat dengan bebas bergaul dengan rakyat. Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera). Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.[1]

Selain ulet sebagai wartawan muda Ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Tahun1908, Ia tergabung dalam organisasi Budi Utomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudia bersama dengan teman-temanya tergabung dalam Tiga Serangkai yang beranggotakan Raden Mas Soewardi Soeryaningrat (Ki Hajar Dewantara), Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, mereka mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Namun organisasi ini ditolak Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda. Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.

Lalu Ki Hajar Dewantara mengkririk pemerintahan Kolonial Belanda dengan tulisan yang berjudul antara lain yaitu Seandainya Aku Seorang Belanda, Als Ik Eens Nederlander Was. Akibat dari tulisan tersebut pemerintahan Kolonial Belanda menjatuhkan hukuman tanpa proses kepada Ki Hajar Dewantara, hukuman tersebut berupa hukuman Buang, lalu Ia pun dihukum dan dibuang ke Bangka. Lalu Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerintah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman Buang juga. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda. Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa mempelajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Setelah pulang dari pengasingan bersama dengan rekan-rekannya Ia mendirikan sebuah perguruan yang bercorak Nasional yang di beri nama Onderwijs Instituut Taman Siswa ( Perguruan Taman Siswa).

 

 

  1. Sepak Terjang Ki Hajar Dewantara dalam rintangan dunia pendidikan

 

  1. Rintangan pertama muncul pada tahun 1924. Taman Siswa dikenakan pajak rumah tangga, namun Ki Hajar Dewantara tidak mau membayarnya dengan alasan bahwa ia dan keluarganya hanya menempati dua kamar di tengah-tengah perguruan. Menurut Ki Hajar Dewantara, tidak semestinya ia dikenakan pajak rumah tangga. Namun hal itu tidak diperhatikan oleh pemerintah. Taman Siswa tetap diharuskan membayar pajak rumah tangga. Untuk membayarnya, maka barang-barang milik Taman Siswa dilelang. Setelah Ki Hajar Dewantara mengajukan protes, maka pajak rumah tangga tersebut kemudian dikembalikan. Atas kedermawanan para pembeli, barang-barang yang telah dilelang juga dikembalikan kepada Taman Siswa.
  2. Rintangan berikutnya berupa “Onderwijs Ordonnantie sekolah partikelir” atau disebut juga: Ordonansi Sekolah liar yang muncul pada tanggal 17 September 1932. Maksud ordonansi tersebut yaitu:
    • Sekolah Partikelr harus minta ijin terlebih dahulu.
    • Guru-gurunya sebelum memberi pelajaran harus mempunyai ijin mengajar.
    • Isi pelajaran tidak boleh melanggar peraturan negeri dan harus sesuai dengan sekolah negeri.

Ki Hajar Dewantara menentangnya, karena ordonansi dianggap melampaui batas. Oleh karena itulah Ki Hajar Dewantara kemudian melakukan protes kepada Gubernur Jenderal. Sikap tersebut mendapat dukungan dari partai-partai serta harian dan diperjuangkan pula oleh Volkstraad. Akhrinya ordonansi tersebut dibatalkan pada tahun 1933.

  1. Rintangan lain muncul dengan dikeluarkannya “Onderwijsverbod” yang isinya berupa larangan mengajar. Selama dua tahun (1934-1936) guru Taman Siswa yang menjadi korban sebanyak 60 orang. Bahkan ada juga cabang Taman Siswa yang ditutup selama satu tahun.
  2. Mulai bulan Februari 1935, Taman Siswa mendapat percobaan lagi, yaitu mengenai tunjangan anak. Peraturan pemerintah kolonial menetapkan, bahwa mulai tahun itu, hak atas tunjangan hanya diberikan kepada pegawai negeri yang anaknya sekolah pada:
    1. Sekolah Negeri
    2. Sekolah Partikelir yang mendapat subsidi
    3. sekolah-sekolah lain yang mendapat hak memakai ssalah satu nama seperti sekolah negeri, misalnya: HIS, Volksschool.

Atas perjuangan Ki Hajar Dewantara, maka mulai tahun 1938 semua pegawai negeri yang menyekolahkan anaknya, baik di sekolah negeri, sekolah bersubsidi maupun di sekolah partikelir mempunyai hak yang sama atas tunjangan anak.

  1. Perjuangan menentang pajak upah. Peraturan pajak upah mulai berlaku tahun 1935. Ki Hajar Dewantara menolaknya karena dalam Taman Siswa tidak ada majikan dan buruh, tetapi berdasarkan kekeluargaan. Tuntutan Ki Hajar Dewantara berhasil pada tahun 1940, sehingga guru-guru Taman Siswa dibebaskan dari pajak upah.

 

  1. Sistem pengajaran Taman Siswa

 

Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.

Sejak berdirinya pada tahun 1922 hingga kini Tamansiswa sangat dikenal sebagai lembaga pendidikan yang menasional. Meski beberapa dekade belakangan ini nama Tamansiswa agak surut, termasuk dalam dunia pendidikan yang menjadi andalannya itu sendiri. Hal tersebut tidak semata-mata karena semakin banyaknya bermunculan lembaga-lembaga pendidikan yang kompetif, meski cenderung menjadi pasar, namun juga karena tampaknya Tamansiswa sendiri kehabisan energi, terutama energi pembaruan, di bidang pendidikan.

Setelah didirikannya Taman Siswa pada tanggal 3 juli 1922, perjalanan Taman Siswa ini tidak berhenti disitu saja melainkan Taman Siswa ini terus berkembang dimana Taman Siswa ini berperan dalam menumbuhkan rasa Nasionalisme bangsa Indonesia. Seperti kita ketahui sejak awal Taman Siswa dibentuk memberikan pendidikan yang berdasarkan pada kepribadian bangsa. Meskipun menggunakan sistem pendidikan modern Belanda akan tetapi Taman Siswa tidak mengambil kepribadian Belanda. Dengan demikian, anak didiknya tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang sangat berbeda dengan Belanda. Peran Guru Taman Siswa berasal dari bangsa Indonesia dan umumnya berasal dari para aktivis pergerakan nasional yang bercita-cita memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.

Dimana Taman Siswa ini mempunyai prinsip dasar atau semboyan dalam pendidikan yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita dan menjadi semboyan pendidikan sampai sekarang. Isi dari prinsip dasar pendidikan tersebut antara lain:

  1. Ing Ngarso sung Tulodo Maksudnya Di depan seorang pendidik harus memberi teladan dan memberi contoh tindakan yang baik.
  2. Ing Madya Mangun karso Maksudnya Di tengah atau di antara murid guru harus menciptakan prakarsa, ide serta kerja sama.
  3. Tut Wuri Handayani Maksudnya Di belakang seorang guru harus bisa memberi daya-semangat, dorongan dan arahan.[2]

 

Selain mempunyai semboyan yang menjadi pegangan pendidikan di Taman Siswa. Taman Siswa juga mempunyai dasar-dasar dalam pendidikannya. Dimana dasar-dasar pendidikan Taman Siswa ialah Pancadarma antara lain yang isinya:

  1. Kodrat Alam

Kodrat alam sebagai perwujudan kekuasaan Tuhan, yang mengandung arti, bahwa pada hakekatnya manusia sebagai mahkluk Tuhan adalah satu dengan alam semesta ini, karena itu manusia tidak dapat terlepas dari kehendak hukum-hukum kodrat alam. Malahan manusia akan mengalami kebahagiaan, jika manusia dapat menyatukan diri dengan kodrat alam yang menggandung segala hukum kemajuan.

  1. Kemerdekaan

Kemerdekaan, sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir-batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir dan bertindak.[3] Artinya kemerdekaan harus menjadi dasar untuk mengembangkan pribadi yang kuat dan sadar dalam suasana perimbangan dan keselarasan dengan masyarakat.

  1. Kebudayaan

Dasar kebudayaan mengandung arti keharusan memelihara nilai-nilai dan bentuk-bentuk kebudayaan nasional. Dalam memelihara kebudayaan nasional itu, yang pertama dan utama adalah membawa kebudayaan nasional kearah kemajuan yang sesuai dengan kemajuan jaman, guna kepentingan hidup rakyat lahir dan batin di dalam tiap jaman.

  1. Kebangsaan

Dasar Kebangsaan mengandung arti adanya rasa satu dengan bangsanya sendiri dalam suka dan duka, dan dalam kehendak mencapai kebahagiaan lahir dan batin seluruh bangsa. Dasar kebangsaan tidak boleh bertentangan dengan asas kemanusiaan, dan tidaklah mengandung permusuhan dengan bangsa-bangsa lain.

  1. Kemanusiaan

Dasar kemanusiaan mengandung arti bahwa kemanusiaan itu ialah darma tiap-tiap manusia yang timbul dari keluhuran akal budinya.dasar akal budi menimbulkan rasa cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makhluk Tuhan.

 

Pendidikan Tamansiswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya.

Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tutwuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik.

Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Tamansiswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras antartiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem Tripusat Pendidikan.[4]

 

Di Taman siswa diadakan bagian-bagian antara lain yaitu:

  1. Taman Indriya ( Taman kanak-kanak) Yaitu bagi anak yang berumur 5-6 tahun
  2. Taman Anak ( Sekolah Dasar kelas I-III) yaitu untuk anak yang berumur 6,7 tahun sampai dengan 9,10 tahun.
  3. Taman Muda (Sekolah Dasar kelas IV- VI) yaitu untuk anak yang berumur 10-13 tahun.
  4. Taman Dewasa ( Sekolah Menengah Pertama)
  5. Taman Madya ( Sekolah Menengah Atas)
  6. Taman Guru B I adalah sekolah guru untuk menyiapkan calon guru Taman Anak dan Taman Muda. Lama belajar satu tahun sesudah Taman Dewasa. Jika pada akhir tahun pengajaran dapat lulus maka mereka dapat menjadi guru di Taman Anak dan Taman Muda.
  1. Sumbangan berdirinya Taman Siswa bagi Pendidikan Indonesia

 

Sumbangan dari Taman siswa antara lain yaitu:

  1. Memberikan sumbangan pada sebutan seorang pengajar yakni ”Nyi” untuk pengajar wanita dan sebutan ”Ki” untuk pengajar pria. Pada zaman penjajahan belanda, sebutan untuk orang yang mengajar di sekolah adalah Meneer (untuk pengajar laki-laki) dan Juffouw (untuk pengajar perempuan). Taman siswa kemudian mengubah sebutan itu dengan menggunakan sebutan bahasa Indonesia, yakni ”Nyi” dan ”Ki”. Penggunaan bahasa Indonesia ini merupakan upaya taman siswa untuk memperkenalkan bahasa Indonesia kepada anak didiknya sejak dini. Lalu pada perkembangannya sebutan ”Nyi” dan ”Ki” berubah menjadi Bapak dan Ibu Guru.
  2. Pelopor pendidikan nasional. Taman siswa dikatakan sebagai pelopor karena setelah adanya taman siswa sebagai lembaga pendidikan yang bercorak nasional, kemudian banyak muncul lembaga-lembaga pendidikan seperti INS kayu tanam, hingga sekarang pendidikan terus berkembang.
  3. Memberikan sumbangan semboyan yang masih digunakan hingga kini di sekolah-sekolah yaitu: Tut wuri handayani yang artinya dibelakang seorang guru harus bisa memberikan daya semangat dan juga arahan kepada anak didiknya.

 

 INS ( INDONESISCHE NEDERLANDSCHE SCHOOL ) KAYU TANAM

 

  1. Tokoh Pendiri Kayu Tanam

 

Moh. Syafei seorang yang berdarah Minang dilahirkan di Kalimantan Barat tepatnya di daerah Natan tahun 1895. Anak dari Mara Sutan dengan Indung Khadijah. Ia menamatkan di Sekolah Rakyat tahun 1908, masuk sekolah Raja (Sekolah Guru) lulus pada tahun 1914. Kemudian beliau hijrah ke Jakarta dan menjadi guru pada sekolah Kartini selama 6 tahun. Disela-sela kesibukannya menyempatkan diri untuk belajar menggambar lulus tahun 1916, bahkan aktif dalam Budi Utomo serta Insulide serta membantu Wanita Putri Merdeka.

Moh. Syafei pada tanggal 31 Mei 1922 berangkat ke negeri Belanda menempuh pendidikan atas biaya sendiri. Belajar selama 3 tahun dengan memperdalam ilmu musik, menggambar, pekerjaan tangan, sandiwara termasuk memperdalam pendidikan dan keguruan. Pada tahun 1925 kembali ke Indonesia untuk mengabdikan ilmu pengetahuannya.

 

  1. Perkembangan Pendidikan INS Kayu Tanam

 

Masa Awal RP INS Kayutanam

Kayutanam adalah nama desa kecil di Sumatera Barat sedangkan INS sebuah lembaga pendidikan yang merupakan akronim dari Indonesche Nederlandsche School. Cikal bakal sekolah ini adalah milik jawatan kereta api yang dipimpin oleh ayahnya. Tanggal 31 oktober 1926 diserahkan kepada M. Syafei untuk mengelolanya dan kemudian tersohor dengan nama Ruang Pendidikan Indonesche Nederlandsche School (RP INS) Kayutanam.

Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut :

  • Berpikir logis dan rasional
  • Keaktifan atau kegiatan
  • Pendidikan masyarakat
  • Memperhatikan pembawaan anak
  • Menentang intelektualisme

 

Zaman Penjajahan Belanda

RP INS kayutanam tahun 1926 memiliki 75 orang siswa terdiri atas dua kelas (1A dan 1B) dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Gedung sekolah RP INS Kayutanam dibangun sendiri oleh siswa tahun 1927 terbuat dari bambu beratap rumbia. Karena membutuhkan lahan luas maka pada tahun 1937 dipindahkan ke Pelabihan, 2 kilometer dari Kayutanam dan selesai pada tahun 1939. Kemajuan terus tercapai dengan adanya :

  • Terbangunnya asrama dengan kapasitas 300 orang dan 3 perumahan guru
  • Murid 600 orang
  • Asrama dilengkapi dengan satu ruang makan dan dapur
  • 1 pesanggerahan

 

Zaman Penjahan Jepang

Pecahnya PD II 1941 INS diduduki secara paksa oleh Belanda dan proses pembelajaran terhenti. Setelah Jepang menang tahun 1942 RP INS berubah terjemahannya menjadi Indonesche Nippon School. Di zaman ini pembelajaran merosot tajam yang disebabkan oleh sulitnya memperoleh alat-alat pelajaran dan digunakan untuk bekerja serta berlatih demi kepentingan perang Jepang.[5]

 

Zaman Kemerdekaan

Nama INS tetap dipakai akan tetapi sebagai singkatan dari Indonesia Nasional School, pada masa kemerdekaaan Kayu tanam mengalami perkembangan ini dilihat dari :

  1. Atas ijin pemerintah Kayutaman mendirikan ruang pendidikan pengajaran, dan kebudayaan di bekas kantor penyelidikan di Padang Panjang. Perpustakaan ini pada masa itu memiliki koleksi buku sebanyak 23.000 buku.
  2. Pada tahun 1952 mendirikan percetakan dan penerbitan sendiri yang bernama Sridharma, dan menerbitkan majalah bulanan Sendi, serta mengarang buku Kunci 18 untuk memberantas buta huruf.
  3. Pada tanggal 31 Oktober 1952 INS dijadikan SGBN Istimewa, keistimewaan ini terletak pada :
  • Moh Syafei tidak 100% terikat oleh peraturan-peraturan pemerintah.
  • Murid-murid INS berasal dari seluruh Indonesia.
  • Pelajaran yang diutamakan adalah ekspresi, seperti menggambar, musik, tari-

tarian, pekerjaan tangan.

  1. Pada tahun 1953 INS diserahi untuk melatih guru-guru dari seluruh Indonesia yang dikirim oleh pemerintah untuk menyempurnakan kepandaianya dalam mata pelajaran ekspresi.

Setelah kemerdekaan landasan dikembangkan menjadi dasar-dasar pendidikan Indonesia :

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan
  3. Kesusilaan
  4. Kerakyatan
  5. Kebangsaan
  6. Gabungan antara pendidikan ilmu umum dan kejuruan
  7. Percaya pada diri sendiri juga dari Tuhan
  8. Berahlak (bersusila) setinggi mungkin
  9. Bertanggung jawab atas keselamatan nusa dan bangsa
  10. Berjiwa aktif positif dan aktif negative
  11. Mempunyai daya cipta
  12. Cerdas, logis dan rasional
  13. Berperasaan tajam, halus dan estetis
  14. Gigih atau ilet yang sehat
  15. Correct atau tepat
  16. Emocional
  17. Jasmani sehat dan kuat
  18. Cakap berbahasa Indonesia
  19. Sanggup hidup bersusah paya dan sederhana
  20. Sanggup mengerjakan pekerjaan dengan alat serba kurang
  21. Sebanyak mungkin memakai kebudayaan nasional waktu mendidik
  22. Waktu mengajar peran guru sebanyak mungkin menjadi obyek dan murid-murid menjadi obyek, bila hal ini tidak mungkin barulah para guru mnjadi subyek dan murid menjadi obyek.
  23. Sebanyak mungkin para guru mencontohkan pelajaran-pelajarannya, tidak hanya pandai menyuruh saja
  24. Diusahakan supaya pelajaran mempunyai darah kesatria, berani karena benar
  25. Mempunyai jiwa konsetrasi
  26. Pemeliharaan (perawatan) sesuatu usaha
  27. Menepati janji
  28. a. Sebelum pekerjaan dimulai dibiasakan menimbangnya dulu sebaik-baiknya

b. Kewajiban harus dipenuhi

  1. Hemat

 

Landasan Penyusunan Kurikulum Kurikulum (Mata Pelajaran) RP INS Kayutanam

a. Landasan Idiil

Pancasila yang merupakan sumber hukum dan digali dari kebudayaan-kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tanah air Indonesia

b. Landasan Konstitusional

Sebagai tujuan dari landasan pendidikan Indonesia yang tertuang dalam RP ISN Kayutanam ada dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4

c. Landasan Operasional

Landasan operasional sudah tertuang dalam GBHN yang merupakan rintisan dari RP INS Kayutanam yang direalisasikan dalam bentuk Sisdiknas yakni membentuk watak bangsa Indonesia seutuhnya.

 

 

  1. Cita-Cita Pendidikan Kayutanam

 

  1. Ingin membentuk pemuda-penuda Indonesia yang berani bertanggung jawab.
  2. Berani berdiri sendiri atau mandiri.
  3. Membuka perusahaan sendiri.
  4. Hidup bebas dan tidak bergantung kepada orang lain.
  5. Menentang intlektualisme yang hanya mementingkan pembentukan akal saja
  6. Untuk mencapai kepribadian yang selaras.[6]

 

  1. Pola Pendidikan INS dan Landasan INS Kayutanam

 

Pola pendidikan yang dianut dan diterapkan di INS adalah pendidikan berbasis talenta, ini didasarkan pada falsafah Minang yang tersimpul melalui ungkapan, “Alam terkembang jadi guru” (belajarlah dari alam dan pelajarilah alam itu), dan ucapan Engku Syafei, “Janganlah minta buah mangga kepada pohon rambutan, tetapi jadikanlah setiap pohon menghasilkan buah yang manis! (setiap insan memiliki talenta berbeda), serta, “Jadilah engkau menjadi engkau!”[7] Oleh karena itu, dasar pendidikan di INS Kayutanam ini adalah mendorong tumbuh dan berkembangnya bakat bawaan (talenta) yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik.

 

 

  1. Tujuan Pendidikan

Adapun tujuan pendidikan dari INS Kayutanam antara lain :

  1. Menumbuhkembangkan budiperkerti dan akhlak mulia (sesuai dengan ajaran agama, etika dan moral);
  2. Menumbuhkembangkan kemerdekaan berpikir (aktif-kreatif);
  3. Menumbuhkembangkan pengetahuan, bakat/talenta dan potensi diri sesuai dengan kebutuhan masyarakat; menumbuhkembangkan etos/unjuk kerja yang tinggi;
  4. Menanamkan percaya diri, kreativitas, kemandirian, dan kewirausahaan (entrepreneurship; serta
  5. Mewujudkan dalam tindakan nyata semboyan: “cari sendiri dan kerjakan sendiri ”, artinya sekolah harus mampu membiayai dirinya dan tidak mau menerima bantuan yang dapat mengurangi kebebasan untuk mencapai cita-cita.[8]
  6. Mendidik anak-anak agar mereka mampu berfikir secara rasional. Moh. Syafei ingin membawa anak-anak kepada hal-hal yang praktis, agar kelak dapat memegang peranan yang menguntungkan masyarakat. Sebagai calon anggota masyarakat anak-anak harus memiliki kecakapan yang praktis.
  7. Mendidik anak-anak belajar teratur dan sungguh-sungguh, anak-anak dilatih berfikir dan bekerja secara sistematis, teratur dan efesien.
  8. Membentuk murid-murid menjadi manusia yang berwatak.
  9. Menanamkan perasaan persatuan, hal ini nampak dalam kerjasama antara murid-muridnya dalam mendirikan ruang belajar, membuat lapangan olahraga, mengangkut batu dari sungai sebagai bahan bangunan.[9]
  10. Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat

 

  1. Tingkat Pendidikan dan Usaha-usaha Pelaksanaan Pendidikan

 

  1. Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan yang dikembangkan di INS Kayutanam adalah pendidikan dasar dimana untuk tahun-tahun awal sekolah adalah pendidikan prasekolah. Dari tujuan kurikulum maka pendidikan terdiri atas pendidikan umum dan pendidikan kejuruan

 

 

 

  1. Usaha-usaha Pelaksanaan Pendidikan

Dimulai tahun 1926 di Kayutanam. Keadaan ruang pendidikan pada permulaannya bersifat sederhana dan serba kekurangan. Dimulai dengan modal dua helai tikar untuk tempat duduk, 10 bangku panjang tempat menulis, 1 kotak kapur, dengan jumlah murid 75 orang. Hal tersebut berlangsung sampai 9 bulan.

Kemudian secara gotong royong dibangun 1 bangsal yang sederhana ditengah-tengah kebun kopi, terdiri dari 4 kelas sedangkan muridnya bertambah menjadi 200 orang.

Pada tahun 1929 sekolah semakin bertambah maju. Maka kemudian pindah ke tanah yang luasnya 3 bau atau kira-kira 4 hektar, yang masih berupa hutan belukar. Dengan kemauan yang kuat maka anak-anak membongkar hutan tersebut. Kemudian dibangun bangunan yang serba sederhana, dan dibangun pula tempat pimpinan sekolah dan bangsal tempat belajar bertukang, baik tukang kayu, tukang besi, menganyam, membuat patung dari tanah liat. Jumlah murid meningkat menjadi 400 orang.

Pada tahun 1932 diadakan usaha perluasan, dengan membeli sebidang tanah yang luasnya 15 bau dari pemerintah. Murid-murid giat mengumpulkan uang dengan mengadakan pertunjukan sandiwara, pameran hasil pekerjaan tangan. Juga diterima dana sumbangan dari para dermawan. Maka kemudian timbullah bangunan-bangunan baru yang lebih kokoh dan rapi, berupa gedung sekolah, rumah guru, pesanggrahan, asrama, tempat bekerja, gedung kesenian, lapangan sepak bola serta taman bacaan. Pada waktu itu jumlah muridnya 600 orang.

 

  1. Penyelenggaraan dan isi rencana pendidikan INS

 

  1. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran

Pada zaman Belanda I.N.S terbagi atas 2 tingkatan :

  1. Ruang bawah (S.D) : Lama belajar 7 tahun. Pelajaran ada dua macam yaitu : teori 75 % dan pelajaran praktek 25 %. Pelajaran diberikan waktu pagi dan sore hari.
  2. Ruang atas (S.M) : Lama belajar 6 tahun. Disini pelajaran ruang bawah diperdalam dan diperluas. Pelajaran praktek meliputi 50 % dari seluruh waktu belajar. Setelah tamat, murid-murid diserahkan langsung kepada masyarakat untuk memberikan darma baktinya.
  1. Isi rencana pendidikan
  1. Mata pelajaran ekspresi (curahan) sangat dipentingkan, seperti menggambar dan musik.
  2. Pelajaran musik meliputi : latihan seni suara, main biola, gitar, dan seruling. Pelajaran menggambar termasuk pula membuat klise dari kayu. Pekerjaan tangan dipakai sebagai bentuk pengajaran. Anak-anak bekerja di bengkel, di kebun, dan menghasilkan barang-barang yang dapat dijual untuk membiayai perguruan.
  3. Pelajaran pendidikan jasmani diberikan secukupnya, meliputi : bersenam, sepak bola,dan tenis meja.
  4. Pendidikan budi pekerti diberikan dengan menanamkan perasaan keagamaan yang bersih dari sifat-sifat kekolotan dan kepicikan. Dianjurkan agar ditempuh cara hidup modern yang rasionil.

 

[1]http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara

 

 

[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara

 

[3] http://safegoreti.wordpress.com/2008/04/19/ki-hajar-dewantara/

 

[4]     http://lesicaem.blogspot.com/2009/04/sejarah-tamansiswa.html

 

[5]http://infopendidikankita.blogspot.com/2008/02/apa-itu-inovasi-pendidikan-kayu-tanam.html diakses pada tanggal 30 Oktober 2009 pukul 17:33 wib.

[6] Ahmadi Abu. 1975. Sejarah Pendidikan. Semarang: CV. Toha Putra. Hal 52.

[7] http://kpp-ems.blogspot.com/ diakses pada tanggal 30 Oktober 2009 pukul 17: 15 wib.

[8]http://edu-articles.com/konsep-ins-kayutanam/ diakses pada tanggal 30 Oktober 2009 pukul 18:00 wib.

[9] Ahmadi Abu. 1975. Sejarah Pendidikan. Semarang: CV. Toha Putra. Hal 52.

 

Pustaka Buku

Abu Ahmadi. 1975. Sejarah Pendidikan. Semarang

I.Djumbur. 1959. Sejarah Pendidikan. Bandung : CV ILMU Bandung

Sumarsono Mestoko, dkk. 1986. Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman. Jakarta : Balai Pustaka

William Boyd. 1957. Sedjarah Pendidikan. Jogjakarta : Universitas Gajah Mada

 

Pustaka Internet

Surjomihardjo, Adurrachman. Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa dalam sejarah Indonesia moderen. 1986. Jakarta: PT. Upima Utama Indonesia.

Soegarda, Poerbakawatja. Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka. 1970. Djakarta: P.T. Gunung Agung.

http://lesicaem.blogspot.com/2009/04/sejarah-tamansiswa.html

http://safegoreti.wordpress.com/2008/04/19/ki-hajar-dewantara/

http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara

http://images.google.com/imgres?imgurl=http://125.163.204.22/e_books/modul_online/ppkn/MO_24/images/ppkn205_19.gif&imgrefurl=http://125.163.204.22/e_books/modul_online/ppkn/MO_24/ppkn205_08.htm&usg=__DxXevRGViqDl7bN2vsgCry-2RK0=&h=271&w=476&sz=54&hl=en&start=1&tbnid=qVVlBQMhsoR89M:&tbnh=73&tbnw=129&prev=/images%3Fq%3Dempat%2Bserangkai%26gbv%3D2%26hl%3Den%26sa%3DG

Tinggalkan komentar